Friday, January 26, 2018

Materi tentang KRISTUS YANG BANGKIT DALAM KEHIDUPAN (Pendidikan)

KRISTUS YANG BANGKIT DALAM KEHIDUPAN


Dalam kuliah yang bertema “Kristus Yang Bangkit Dalam Kehidupan”, perhatian akan dipusatkan pada diri Kristus yang bangkit karena kebangkitan-Nya menjadi  sendi utama agama Katolik. “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah kepercayaan kamu… dan kamu masih hidup dalam dosamu.” (1 Kor 15:14.17)

Tujuan :

 Yang mau dicapai dalam kuliah ini adalah agar para mahasiswa mengetahui bahwa kebangkitan Kristus merupakan inti iman. Kebangkitan Kristus itu merupakan jaminan bahwa  apa yang Ia wartakan itu benar adanya. Yesus mewartakan bahwa Allah sedemikian mencintai  manusia, sehingga hubungan antara Allah dan manusia digambarkan sebagai hubungan bapa dengan anaknya, sehingga Allah menjadi Bapa bagi umat manusia.  Tidak semua orang percaya akan pewartaan-Nya, dan mereka yang tidak percaya membunuh-Nya. Kehidupan adalah milik manusia yang paling berharga, dan untuk pewartaan-Nya, Yesus sampai harus  menyerahkan hidup-Nya. Kehidupan Yesus telah menjadi jaminan untuk apa yang diajarkan-Nya. Namun Allah telah membangkitkan-Nya dari antara orang mati.

Para mahasiswa diharapkan mengetahui bahwa beriman kepada Yesus yang bangkit, sebetulnya berpengaruh pada inti kehidupannya sebagai manusia beriman. Karena beriman, manusia dipanggil untuk mengalami perubahan.

Relevansi terhadap tujuan

Sekali lagi dalam kuliah ini dinamika kehidupan direnungkan kembali. Kehidupan tidak hanya berhenti pada kematian. Ada hidup baru setelah kehidupan di dunia ini, dan kematian merupakan awal dari kehidupan yang baru, kehidupan yang bahagia di rumah Bapa. Kehidupan baru itu tidak hanya diwartakan atau diajarkan, tetapi dialami sendiri oleh seseorang, yakni Yesus Kristus sendiri. Dinamika kehidupan itu tidak hanya berperan  sampai pada saat kematian. Dinamika itu merasuk  ke dalam hidup dan mengubah manusia dalam mengenal dirinya dan dalam menjalin hubungannya dengan dirinya, sesamanya, dunianya, dan dengan Yang Ilahi sendiri.




Kebangkitan Kristus

Kerap kali kita mendapat kesan  bahwa pengajaran  agama Katolik lebih menekankan hidup dan sengsara Kristus sebagai tebusan  untuk dosa-dosa kita. Sekarang ini tekanan bergeser pada kebangkitan Kristus sebagai pusat iman. Pergeseran ini terjadi antara lain karena penyilidikan mutakhir  Perjanjian Baru menemukan  bahwa kebangkitan  menjadi awal kisah penyelamatan.

Pelaksanaan hukuman mati seperti dialami  oleh Yesus kerap kali terjadi. Tiga orang yang dihukuman mati pada hari yang kita sebut sebagai hari Jumat Agung, tergolong biasa. Mereka itu adalah  orang-orang pembuat onar dan pengganggu ketentraman. Tetapi penguasa Roma memasang tulisan di atas kepala salah seorang hukuman itu : “Raja Orang Yahudi”. Dia yang di atas kepala-Nya tercantum  tulisan itu kisah-Nya masih berlanjut. Dia diberitakan bangkit dari mati dan dialami lagi sebagai yang hidup di antara kenal-kenalan-Nya.

Pengalaman kebangkitan itu ternyata telah membuat orang-orang yang dekat dengan-Nya itu mampu menafsir kembali pengalaman mereka katika masih bersama Dia.

Hai orang-orang  Israel dengarkanlah perkataan ini :  Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazareth, seorang yang telah ditentukan Allah dan dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu seperti yang kamu tahu. Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan  kamu bunuh dengan tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara  maut karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu….

Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa  Allah telah membuat Yesus yang kamu salibkan itu menjadi Tuhan dan Kristus. (Kis 2:22-24,32,36)

Bahkan Paulus secara lebih jelas mengatakan bahwa kebangkitan itu merupakan pusat dan hal yang sangat penting  bagi iman Kristen. “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah kepercayaan kamu.” (1 Kor 15:14).

Dengan pernyataan itu hilanglah kekaburan  tentang hidup dan kematian Yesus. Karena pengaruh kuat kebangkitan itu semua menjadi jelas. Untuk pertama kalinya para rasul memandang tokoh Yesus dengan mantap dan pasti. Dia adalah Kristus yang terurapi, yang berasal dari Allah. Dia adalah Anak Manusia, Anak Daud, Sang Sabda. Pada permulaannya gelar itu hanya bersifat fungsional, yaitu menggambarkan begitu saja apa yang diperbuat oleh Yesus. Di kemudian hari gelar itu dipakai untuk memuji-Nya, merupakan sapaan untuk menghormati-Nya di dalam ibadat.  Gelar itu menunjukkan secara hakiki siapakah Dia. Gelar itu meringkas apa artinya menjadi Kristen, yakni mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan.

BERBAGAI MACAM  TAFSIR DALAM PERJANJIAN BARU

Yesus mewahyukan diri-Nya sebagai Putra Allah. Atas dasar alasan itu, hidup dan mati-Nya di dunia ditentukan. Dia dibunuh karena itu : “Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Dia harus mati, sebab Dia menganggap diri-Nya sebagai anak Allah.” (Yoh 19:7). Yesus sendiri mengalami diri-Nya bahwa Allah begitu dekat dengan diri-Nya, Dia mengenal Allah dari dalam,  Allah disadari sebagai yang hidup di dalam diri-Nya. Untuk kenyataan itu Dia mengajarkan kepada manusia untuk menyapa Allah sebagai Bapa, Allah menjadi Bapa bagi Yesus, dan dengan demikian  juga menjadi Bapa bagi kita semua. Orang-orang yang menerima, mengimani, dan mengalami-Nya, kemudian  selalu terdorong untuk mencari ungkapan  agar pengalaman itu juga menjadi  pengalaman orang-orang yang ditemui, yang hidup dan bergaul dengan mereka. Setiap orang terdorong untuk mengungkapkan  kenyataan agung ini, pengalaman pribadi dan latarbelakang budayanya mempengeruhi ungkapan itu.

Perjanjian Baru ditulis dengan latarbelakang budaya yang berbeda-beda. Karena itu muncullah wawasan teologi yang berbeda-beda pula dalam merumuskan siapakah itu Yesus. Memang, semuanya tak lepas dari pengalaman Paskah karena pengalaman itu menjadi dasar setiap pengalaman dan pewartaan terntang Yesus. Pengalaman kebangkitan Yesus membuat para murid-Nya, orang-orang-Nya semakin diteguhkan  dalam menerima pewartaan Yesus, bahwa Allah hidup di dalam Diri-Nya.

Sejak peristiwa kebangkitan, Gereja senantiasa bergulat untuk mencari ungkapan yang semkin tepat  untuk pengalaman dengan Yesus itu. Dia diberi berbagai gelar, diberi berbagai sebutan diuraikan dalam rumusan-rumusan dogma supaya  pengalaman bersatu dengan Allah itu juga semakin dapat dimengerti.

Budaya yang melatarbelakangi Perjanjian Baru sangatlah kaya, sebegitu kayanya sehingga tak mudah memahami bagaimana tepatnya pengalaman dengan Yesus itu dihayati dan diungkapkan. Secara sederhana, coba diuraikan di sini bagaimana pengalaman dengan Yesus itu  diungkapkan dalam beberapa Jemaat.


Jemaat Palestina

Jemaat Palestina merupakan jemaat yang paling dekat dengan hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus. Di dalam jemaat itu terdapat kesadaran yang kuat bahwa Yesus segera datang lagi. Yesus adalah Putra Manusia (Kis 7:55-56 : Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya : “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia  berdiri di sebelah kanan Allah.”) yang akan datang lagi dengan  kekuasaan dan kemuliaan. Ini sesuai dengan kata-kata Yesus sendiri mengenai Putra Manusia. ( “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah  angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu  karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.”  Mrk 8:38;  “Aku berkata kepadamu : Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia; Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan mmalaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” – Luk 12:8-10). Kedatangan kembali Yesus itu akan menjadi jaminan atas semua yang Dia katakan dan lakukan selama hidup-Nya.

Atas pertanyaan siapakah Kristus, jemaat Palestina  memberikan sumbangan dengan pernyataan bahwa Yesus adalah Kristus, atau Messiah yang artinya “Yang diurapi” (“…. Agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan dan mengutus Yesus, yang dari semula dituntukkan bagimu sebagai Kristus. – Kis 3:20). Karena Dia Messiah, Dia juga adalah Anak Daud, dan Anak Allah. (“Lalu berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: ‘Jangan engkau menangis! Sesungguhnya singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya” – Why 5:5;  “Ia akan menjadi besar  dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya : takhta Daud, bapa leluhur-Nya” – Luk 8:32). Diperlukan silsilah Yesus sampai ke Daud karena dari keturunan Daud akan  ada yang diberkati  pada massa Messiah  tersebut : “Diberkatilah kerajaan yang datang, kerajaan Bapa kita Daud, hosana di tempat yang mahatinggi.” – Mrk 11:10). Gelar Putra Allah merupakan gelar  yang menyatakan kedekatan Yesus dengan Bapa-Nya.

Dalam Perjanjian Lama, banyak orang memperoleh gelar anak Allah. “Maka engkau harus berkata kepada Firaun : Beginilah firman Tuhan : Israeil ialah anakKu, anakKu yang sulung; sebab itu Aku berfirman kepadamu : biarkanlah anakKu itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung.” Kel  4:22-23; “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anakKu itu.” –  Hos 11:1; “Sungguh Aku mau menempatkan engkau di tengah-tengah anakKu dan memberikan kepadamu negeri yang indah, milik pusaka yang paling permai dari bangsa-bangsa.” –  Yer 3:19. Gelar anak Allah pada awalnya memiliki makna  dekatnya seseorang dengan Allah, baru kemudian  pada waktu orang beriman hidup dalam kebudayaan Yunani, gelar itu menunjukkan bahwa yang menyandang gelar itu memiliki sifat Ilahi.





Jemaat Yahudi – Yunani

Jemaat Yahudi – Yunani terdiri dari orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani yang bertobat dan menjadi Kristen. Mereka harus menterjemahkan istilah-istilah Palestina agar dapat dimengerti oleh dunia Yunani. Kedatangan kembali Yesus tidak segera dialami. Maka terjadilah pergeseran perhatian dari kedatangan Yesus kembali di masa yang akan datang ke keadaan Yesus sekarang sebagai yang dimuliakan. Yesus adalah Tuhan (Kyrios) dan Kristus ( “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.” –  Kis 2:36)  karena sekarang Dia sudah dimuliakan  di sebelah kanan Allah. “Akan tetapi di antara mereka  ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan.” –  Kis 11:20;  ….. dan segala lidah mengaku : “Yesus Kristuus adalah Tuhan.” –  Fil 2:11. Dalam menggunakan gelar Tuhan, mereka yang berbahasa Yunani lebih memperjelas kedudukan Ilahi  Yesus karena istilah itu merupakan istilah yang dipergunakan di dalam Perjanjian Lama yang berbahasa Yunani untuk menterjemahkan istilah Yahudi  yang sama artinya dengan Yahwe. Jadi gelar Kristus, Putra Allah, Anak Manusia, Putra Daud, lebih dimengerti oleh jemaat Yahudi – Yunani. Jemaat ini juga kemudian menerapkan gelar ini  untuk kehidupan Yesus selama masih di dunia. “tentang anakNya, yang menurut daging diperanakan dari keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan  oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.” –  Rm 1:3-4)

Jemaat Yunani – buka Yahudi

Dalam perkembangannya Gereja masuk ke dalam budaya campuran antara budaya Yunani dan bukan Yahudi. Dengan demikian, cara berpikir yang berada dalam budaya itu mempengaruhi Gereja juga. Hal itu terjadi karena pewartaan Paulus dan aliran Teologi Yohanes. Gereja mempergunakan alam pikiran Yunani untuk pewartaannya. Ungkapan klasik mengenai hal ini tercantum dalam surat Paulus kepada jemaat di Filipi. “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga di dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia, dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus, bertekuk lutut segala yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah Bapa!” –  Fil 2:5-11.

Dari Filipi 2:5-11 dapat kita lihat bahwa kosmologi Yunani memiliki tiga tingkat: langit, yang di atas bumi, dan yang di bawah bumi (ayat 10). Sesuai dengan kosmologi Yunani itu, maka ada tiga macam keberadaan Yesus: sebelum lahir (ayat 6), menjadi daging dalam penjelmaan (ayat 7-8), dan pemuliaanNya setelah hidup di dunia (10-11). Bentuk yang mirip dengan ini dapat ditemukan  di dalam Injil Yohanes 1:1-7.14.

Siapakah Yesus? Jawaban atas pertanyaan ini menjadi sangat lengkap pada zaman budaya campuran Yunani – bukan Yahudi ini : kehidupan Yesus di dunia ini sesungguhnya  merupakan sebuah kehidupan  yang mulia, nampaknya saja terselubung. Di dalam Injil Sinoptik (Injil Matius, Lukas dan Markus)  hal ini nampak dalam kisah  Kanak-Kanak Yesus, dalam kisah pembaptisan Yohanes dan dalam pemuliaan Yesus di atas gunung. “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” –  Luk 2:52; “Ketika seluruh orang banyak itu telah  dibaptis dan ketika Yesus juga di baptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atasNya. Dan terdengarlah suara dari langit : “Engkaulah anak yang Kukasihi, kepadaMulah Aku berkenan.” –  Luk 3:21-22; Luk 9:28-36 berceritra tentang Yesus dimuliakan di atas gunung.

IMAN MENGUBAH MANUSIA

Manusia dan keadaannya

Manusia yang direnungkan dalam kuliah agama ini adalah manusia yang mempunyai kemampuan dasar dan yang mempunyai hubungan dasar.  Mempunyai yang dimaksudkan di sini adalah  bahwa dia mempunyai secara mendasar. Terdapat pengertian yang berbeda yang terkandung di dalam kata mempunyai. “Simanjuntak mempunyai buku” berbeda makna dengan “Simanjuntak mempunyai otak”.

Dalam kalimat pertama seandainya Simanjuntak tidak mempunyai buku, Simanjuntak masih dapat menyebut dirinya sebagai (seorang) Simanjuntak. Tetapi di dalam kalimat kedua, tidaklah demikian. Dalam kalimat kedua, pengertian ‘mempunyai’ itu menyangkut diri Simanjuntak secara mendasar. Kalau otak itu tidak dimiliki Simanjuntak, Simanjuntak tidak dapat menjalani hidup sebagai manusia. Dalam pengertian  seperti terkandung di dalam kalimat kedua itulah kata ‘mempunyai’ dipergunakan dalam uraian ini.

A. Manausia Mempunyai Tiga Kemampuan Dasar

Bila di sini dipergunakan istilah manusia, maka manusia yang dimaksudkan adalah manusia  yang mempunyai kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah kemampuan berpikir, berkehendak dan bertindak.

A.1. Kemampuan untuk Berpikir

Manusia mempunyai pikiran. Dengan pikiran memungkinkan manusia mampu mengerti, mampu bertanya, dan mencari jawabannya; dengan pikiran manausia mencari kebenaran, kemampuan untuk menerangkan, menguraikan alasan-alasan, memilah-milah dan membeda-bedakan. Kemampuan berpikir disebut juga akal budi. Dengan akal budi  manusia berusaha untuk mencari kebenaran.

A.2. Kemampuan untuk Berkehendak

Manusia mempunyai kehendak. Dengan kehendak manusia mampu menginginkan dan berkemauan. Dengan kemampuan ini manusia menginginkan kebaikan. Manusia dapat memilih, menolak, mencintai, membenci, tersentuh, terharu, mengambil keputusan, termasuk keputusan mengenai dirinya sendiri. Dengan kemampuan ini manusia mampu mengembangkan perasaan, keinginannya, budi pekertinya,  dan semua yang menyangkut hatinya.

A.3. Kemampuan untuk Bertindak

Manusia mempunyai kemampuan untuk bertindak, beraksi. (Kata aksi berasal dari kata bahasa Latin : actio, yang diturunkan dari kata agere yang berarti berbuat).

Manusia selalu berusaha agar tindakannya didasarkan atas pikirannya yang benar dan kehendaknya yang baik. Tindakan yang didasarkan atas pikiran yang benar dan kehendak yang baik itu disebut bijaksana.


B. Manusia Mempunyai Hubungan Dasar

Selain memiliki kemampuan dasar, manusia juga memiliki hubungan dasar. Hubungan dasar itu adalah hubungan dengan dirinya sendiri, dengan sesamanya, dengan yang ilahi, dan dengan dunia.
                                                                                
                                                                  YANG ILAHI

                                                                           |
                                                                           |

            DUNIA      <—————————   AKU  —————————>  SESAMA

   |
   |

                                                               DIRI SENDIRI


B.1.  Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri

Dengan mempunyai hubungan dengan diri sendiri, manusia dapat memberikan dan menentukan namanya, dapat berpikir tentang dirinya sendiri. Manusia juga dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Ini adalah hubungan antara “aku”  dengan “aku” –ku.

B.2. Hubungan Manusia Dengan Sesamanya

Manusia juga dapat memiliki hubungan dengan orang lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya sendiri, tetapi karena bukan dirinya sendiri maka disebutnya  se- “sama”. Sesama itu disebutnya “engkau”, “dikau”

B.3. Hubungan Manusia Dengan Dunia

Manusia juga memiliki hubungan dengan dunia, hubungan dengan sesuatu di luar dirinya dan sesamanya. Ketika bertemu dengan dunia, manusia mengatakan itu “aku – yang – tidak – mengaku – dirinya  seperti  - aku – mengaku – diriku.”

4. Hubungan Manusia Dengan Yang Ilahi

Manusia juga mengalami hubungan dengan yang bukan dirinya, bukan sesamanya, dan bukan dunia. Dalam lubuk hati manusia ada sebuah kerinduan yang mendalam untuk berdoa, untuk menyerahkan diri kepada Yang Mahaagung, Hakim, Yang Mahaadil, Yang mengatasi segalanya, tak dapat dipahami secara tuntas, tetapi yang dialami sebagai yang berperan  di dalam kehidupan manusia. Dia disapa dengan berbagai sebutan : Pencipta, Penyelamat, Penyelenggara. Tetapi Dia lebih daripada sebutan-sebutan mengenai diriNya.

IMAN AKAN KRISTUS YANG BANGKIT MENGUBAH MANUSIA

Bila manusia beriman, apakah peranan iman itu di dalam kehidupan manusia? Apa pengaruh iman terhadap kemampuan dasar dan hubungan dasarnya?




1. Iman Dan Kemampuan Dasar Manusia

Manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir. Kemampuan itu dipergunakan untuk mencari kebenaran. Apa itu kebenaran? Itulah pertanyaan yang selalu muncul dalam pikiran manusia. Manusia beriman akan selalu berusaha untuk mencari kebenaran. Ketika manusia sedang berusaha mencari kebenaran, Sang Kebenaran/Allah sendiri datang kepada manusia untuk memenuhi kerinduan manusia akan  kebenaran itu. Allah datang dalam diri Yesus Kristus yang mengatakan : “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” (Yoh 14:6). Dengan demikian tidak sia-sia manusia mencari kebenaran. Sang Kebenaran yang dicarinya telah terlebih dahulu mencari manusia, bahkan Dia datang dengan sendiri menjadi manusia/Allah yang menjadi manusia (inkarnasi/penjelamaan).

Dia, Sang Kebenaran Sejati, ketika bertemu dengan manusia sebagai Manusia, mengundang manusia dengan berkata: “Ikutlah Aku” (Mat 4:19 : “Yesus berkata kepada mereka : “Mari ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”; Mrk 1:17 : “Yesus berkata kepada mereka : “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” ; Luk  5:27 : ”Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya :”Ikutlah Aku.”; Yoh 1:43 : “Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea, Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya : “Ikutlah Aku.”
Maka orang-orang yang percaya mengambil keputusan untuk mengikuti Dia. Pengambilan keputusan itu dilakukan dan manusia mampu melakukan itu karena dia mempunyai kemampuan untuk berkehendak.

Bila manusia telah menerima Yesus sebagai Sang kebenaran, kemudian telah pula mengambil keputusan  untuk mengikutiNya, maka manusia akan menata tingkah lakunya sesuai dengan kehendak Sang Kebenaran Sejati itu, karena Dia berkata : “Aku berkata kepadamu : Sesungguhnya barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu.” (Yoh 14:12)

Demikianlah beriman berarti berubah. Dia tidak hanya menjadi pencari kebenaran, tetapi juga menemukan Sang Kebenaran itu. Dia tidak hanya menghendaki  yang baik, tetapi menerima Sang Kebenaran itu  sebagai yang baik. Manusia dengan kemampuan berkehendaknya telah mengambil keputusan  untuk mengikutiNya, dan dengan kemampuan bertindak, manusia telah melakukan apa yang diperintahkan oleh Sang Kebenaran itu.

2. Iman akan Kebangkitan dan Hubungan Dasar Manusia

2.1. Perubahan pada Hubungan Manusia dengan Yang Ilahi

Sang Kebenaran yang diterima itu mengajar manusia tentang kehidupan, karena itu Dia juga dipanggil  sebagai Sang Guru (Yoh 3:2), “Ia (Nikodemus) datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata : “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.”). Salah satu hal yang penting yang dikatakan adalah  bahwa Dia mengajar manusia untuk menyapa Allah sebagai Bapa. Dengan demikian, Allah tidak hanya menjadi Yang Ilahi atau Pencipta saja, Dia Yang Mahaagung itu rela dihubungi  sebagai Bapa bagi manusia. Maka Yesus mengajar doa Bapa kami (Mat 6:9-13; Luk 11:2-4) Hubungan dengan Allah seperti layaknya hubungan ayah yang baik  terhadap anak-anaknya, itu juga merupakan kerinduan manusia, sehingga Yohanes menulis : “Tuhan, tunjukkan Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” (Yoh 14:8).
Jadi perubahan pada hubungan manusia dengan Yang Ilahi, adalah manusia menyapa Yang Ilahi dengan seruan Bapa. Dengan menyapa Allah sebagai Bapa, manusia menjadi baru, yakni menjadi anak-anak Allah. “Semua orang yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima Roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru ‘Ya Abba, ya Bapa!” (Rm 8:14-15.
Dengan menjadi anak Allah, kita adalah ahli waris. ”Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh anakNya ke dalam hati kita, yang berseru : “Ya Abba, ya Bapa!” Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.” (Gal 4:6). Itulah perubahan dalam hubungan manusia dengan Yang Ilahi.

2.2. Perubahan pada Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri

Iman akan Kristus yang bangkit juga mengubah manusia dengan diringan sendiri. Dia tidak hanya memandang dirinya sebagai ciptaan atau sebagai hamba, dia tidak melihat dirinya sebagai budak, dia adalah anak Allah Dia memiliki harga diri baru. Hal ini yang membuat manusia menyadari diri secara baru sebagai anak Allah. Karena manusia adalah pitra-putri Allah maka ia memiliki martabat yang luhur, manusia adalah mahkota ciptaan. Allah menghormati manusia dengan menjadi manusia sebagai putra dan putriNya, maka dari pihak man usia dituntut untuk menghargai dirinya sendiri dan saling menghargai di antara sesama manusia, dan terutama menghormati Penciptanya.

3.3.    Perubahan pada Hubungan Manusia dengan Dunia.

Sebelum iman disadari  sebagai daya yang mengubah manusia, manusia memandang dirinya sebagai ciptaan. Tetapi dengan menyadari harga dirinya yang baru, manusia tidak hanya menjadi ciptaan. Dia adalah anak Allah, Sang Pencipta. Manusia boleh menyebut dirinya Anak Sang Pencipta yang dipanggil untuk  ikut menciptakan dunia ini. Manusia adalah rekan Pencipta,  dan Pencipta itu adalah Bapanya sendiri. Dunia ini diserahkan kepada manusia agar manusia ikut menciptakannya, mengolahnya, menjaga keutuhannya sehingga dapat menjadi tempat yang semakin pantas dihuni oleh manusia yang  memiliki harga diri baru, yaitu menjadi anak-anak Allah. Maka manusia tidak dapat berdiam diri saja melihat bumi menjadi gersang, menjadi tercemar, menjadi rusak. Manusia dipanggil oleh Bapanya untuk  menciptakan agar menjadi subur. Manusia tidak dapat bediam diri saja, bila melihat manusia lain membuat bumi menjadi rusak. Manusia adalah makluk yang dipercaya untuk meneruskan karya penciptaanNya. Sebelum Kristus datang Allah telah mempercayakan bumi ini kepada manusia dengan berkata : “Beranak cuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang  yang merayap di bumi.” (Kej 1:28). Kedatangan Kristus memberi perintah baru, yaitu bahwa manusia dipanggil untuk menjadikan bumi yang baru di mana Allah berkemah dan diam bersama-sama manusia. “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah  berlalu, dan lautpun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagai pengantin perempuan  yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata : “Lihatlah kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Dia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umatNya. Dan Dia akan menjadi Allah mereka. Dia akan menghapus segala air mata dari mata mereka,  dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” – Wahyu 21:1-4. Karena kedatangan Kristus manusia mendapat perintah baru, yaitu mengerjakan bumi ini sedemikian sehingga semakin pantas dikatakan bahwa Allah hadir di dalamnya.

Demikianlah iman mengubah manusia, sehingga manusia menjadi baru, seperti dikatakan oleh Paulus : “Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah meninggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya; dalam hal ini tidak ada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau tidak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka. Tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.” –  Kolose 3:10-11.

Menentukan Sikap

Hidup ini dapat dijalani dengan sikap optmis atau sikap pesimis. Kaum pesimis berpendapat bahwa hidup ini tidak bermakna, tanpa tujuan, penuh derita dan kesengsaraan, menyedihkan dan sia-sia.  Kaum optimis berpendapat sebaliknya. Bahwa hidup ini baik, penuh arti, sarat akan makna yang indah. Kebangkitan Kristus adalah sumber dan dasar bagi setiap sikap optimis itu. Kematian yang merupakan keadaan yang paling menyedihkan bagi manusia, dapat memiliki makna, kematian bukan sebuah akhir, melainkan awal dari sebuah kehidupan yang baru bersama Bapa di sorga.


Sikap optimis memungkinkan manusia untuk berharap dan berusaha agar hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. Atas dasar pandangan ini, manusia  berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya sendiri maupun sesamanya.

No comments:

Post a Comment

Types Of Machine Learning

Types Of Machine Learning Berbagai jenis teknik Pembelajaran Mesin telah dikembangkan untukmemecahkan masalah di berbagai bidang. Teknik Pem...